Mengukur Stabilitas Emosi dan Kematangan Diri



Intisari Majlis Taklim Al-Ma'tsurat
Sumenep, 7 April 2016

Oleh: Ust. Mohammad Mudhar

Bismillah...

Pasca perang Hunain, Nabi SAW membagikan harta rampasannya dengan pembagian yang tidak sama, ada orang-orang yang mendapat seratus unta dan sebagian yang lain tidak. Ada seseorang yang kemudian mengatakan "pembagian ini tidak adil dan tidak karena Allah".
Ibnu Mas'ud yang mendengar perkataan tersebut bereaksi dengan mengatakan demi Allah akan aku sampaikan kepada Rasulullah SAW.
Setelah beliau berjumpa dengan Nabi, beliau benar-benar adukan kepada Nabi, Nabi-pun marah dengan expressi wajah yang memerah dan berucap siapa lagi yang adil jika Allah dan Rasulnya tidak Adil?
Semoga Allah merahmati Musa yang diuji lebih banyak dari ini namun beliau bersabar.
1. Marah atau emosi pintu awal bagi syetan masuk dalam diri manusia.
Jika manusia lemah syetan akan bekerja lebih jauh sampai menguasainya, hingga akhirnya lupa kepada Allah SWT.
(QS. Almujadilah: 19)

2. Yang sering terjadi saat emosi adalah melawan, dan yang sering terjadi pula sebagai dampak dari emosi, seseorang tidak paduli siapa yang sedang dia lawan. Jika demikian yang terjadi maka emosi telah mejadikan dia buta dan akhirnya akan mengakibatkannya binasa.

3. Stabilitas emosi seseorang menunjukkan kedewasaannya dan kematangan dirinya.
Saat emosi tidak ada caci maki, laknat atau kutukan, sikapnya tetap adil dalam kondisi suka dan marah.

4. Expresi wajah saat marah sangat penting karena marah yang berkualitas bukan yang disertai dengan amukan atau tindakan yang tidak terkontrol.
Itulah stabilitas emosional. Suatu upaya menahan marah agar tidak liar.Emosi yang tak terkendali permulaannya gila dan akhirnya penyesalan.

5. Apabila marah mengharuskan untuk mengambil sikap dan mendesaknya untuk bertindak maka emosi yang stabil akan menjauhkan dari kedzaliman dan hal yang melampaui batas. Karena Allah tidak suka kepada orang-orang yang dzalim lagi melampaui batas.

6. Dalam kehidupan di dunia ini siapapun dia akan mendapati ucapan yang menyenangkan dan yang menyesakkan dada. Namun yang perlu diingat bahwa itu semua tidak abadi. Yang abadi adalah amal shalih kita dalam menyikapi dua bentuk ucapan tersebut. Saat marah Nabi tetap menyampaikan sebuah nilai yang agung. Inilah yang luar biasa sebagai contoh dari stabilitas emosi. Demikianlah kenapa Allah menyuruh Nabi bersabar atas ucapan mereka yang tidak bertanggung jawab.
(QS. Al-Muzammil: 10)

7. Dada yang lapang, dada yang bercahaya adalah dada seorang muslim yang mampu menyimpan segala sesuatu di dalamnya akan tetapi ia tidak sebagaimana ember yang hanya bisa menerima segala sesuatu dan tercampur aduk di dalamnya, ia bagaikan bumi yang mempunyai daya filter yang sangat hebat serta daya tahan yang sangat kokoh.
Bau sebusuk apapun bisa disembunnyikan oleh bumi, air sekotor apapun bisa dinetralisir oleh bumi, namun saat bumi Itu harus memuntahkan isinya tidak ada kekuatan apapun yang bisa menghadangnya.

8. Kiat jitu yang dapat menstabilkan emosi adalah mengingat ujian yang lebih besar, sebagaimana Nabi mengingat Nabi Musa yang luar biasa mendapat ujian dan gangguan dari kaumnya.
(QS. As-Shaf: 5)
Share on Google Plus

0 komentar:

Posting Komentar