Bahaya Riba
Oleh: Ust. Mohammad Mudhar
Pembina Yayasan Al-Hidayah Sumenep
Bismillah...
Manusia pada umumnya dan seorang Muslim pada khususnya harus membekali dirinya dengan persoalan halal dan haram agar tidak jatuh ke dalam apa yang diharamkan oleh Allah SWT. Sayyidina Umar Bin Khaththab RA, mengatakan "tidaklah berdagang kecuali seorang yang faham hukum, jika tidak dia akan jatuh ke dalam riba".
Berikut bahaya riba dan pemahamannya:
1. Macam-macam riba
Riba ada dua:
A. Riba Nasiah (نسيئة)
Gambarannya=>
Seseorang yang berhutang kepada orang lain dalam tempo yang telah ditentukan waktu pembayarannya. Ketika jatuh tempo dan yang bersangkutan tidak dapat membayar maka dia diharuskan memberikan tambahan atas hutangnya. Ini praktek riba Nasiah di zaman jahiliyah.
Sedangkan di zaman sekarang praktek riba ini lebih kejam karena dari awal sudah ada ketentuan harus memberi tambahan atas hutangnya. Gambaran yang lain dari riba Nasiah yaitu dalam hal jual beli dengan kredit. Bilamana terjadi keterlambatan dari waktu yang telah ditentukan maka dikenakan tambahan biaya.
B. Riba Fadhal.(الفضل)
Riba Fadhal yaitu jual beli barang (berupa makanan atau semua yang ditimbang/ditakar dari makanan dan alat tukar seperti dinar, dirham, rupiah dll) dengan sejenisnya yang dilakukan tidak kontan dan tidak sama timbangan atau takarannya.
Contoh1;
1kg kurma Ajwa ditukar dengan 3kg kurma Ambar, maka itu riba karena terjadi perbedaan timbangan walaupun secara kualitas antara keduanya berbeda. Atau menukar Agar tidak jatuh riba, hendaknya dia menjual kurma Ajwanya terlebih dahulu dengan uang lalu dia belikan kurma Ambar.
Contoh2;
Rp 100. 000,- ditukar dengan Rp 120. 000,-
Contoh3;
Menukar 1gr emas dengan 1gr emas yang salah satu diantaranya tidak berada di tempat. Jadi, jika seseorang akan menjual suatu barang dengan sejenisnya dari makanan atau alat tukar maka harus sama (timbangannya/ takarannya atau nominalnya) dan harus dilakukan dengan serah terima kontan.
Sedangkan jika barang-barang tersebut ditukar dengan yang bukan sejenisnya maka boleh tidak sama selama dilakukan dengan kontan. Seperti menjual 1kg kurma dengan 3kg beras dibayar dengan kontan, atau menukar 1gr emas dengan 2gr perak secara kontan. jika tidak kontan dimana salah satu dari keduanya (kurma atau beras/emas atau perak) diserahkan kemudian, maka itu riba.
Riba fadhal ini terjadi pada makanan dan alat-alat tukar. Sedangkan pada yang lainnya, semisal tanah maka diperbolehkan ketidak samaan dalam ukuran. Jadi boleh seseorang menukar 100m tanah di suatu tempat dengan 200m tanah di tempat yang lain.
2. Riba itu haram walaupun tidak berlipat ganda.
Karena ayat yang menjelaskan: "janganlah makan riba dengan berlipat ganda".
=>Pertama
Ayat tersebut bukan suatu catatan atau ikatan akan jatuhnya status riba dalam hal berlipat ganda atau tidak. Kata "berlipat ganda" dalam ayat tersebut merupakan penjelasan atas realitas yang terjadi pada zaman jahiliyah.
=>Kedua
Ayat tersebut merupakan tahapan dalam proses pengharaman riba secara keseluruhan.
Kesimpulan:
Bahwa riba banyak atau sedikit tetap haram!
3. Riba itu haram sekalipun terjadi kerelaan antara kedua belah pihak.
Bukankah zina itu haram sekalipun dilakukan atas dasar suka sama suka?!
4. Paling ringannya dosa riba seperti seseorang mengawini ibunya sendiri.
5. Allah melaknat pemakan riba, yang memberikan makan kepadanya(pemberi), pencatatnya dan saksinya.
6. Allah SWT, dan Rasul-Nya mengumumkan perang kepada pelaku riba, sehingga Sayyidina Ali Bin Abi Thalib RA, mengatakan aku tidak mendapati ancaman dalam Al-Quran seberat ancaman bagi pelaku riba.
7. Orang pemakan riba di dunia, akalnya, hatinya sungguh tidak waras karena mengeruk harta dari orang miskin atau dari orang yang semestinya dibantu. Di akhirat, pemakan riba jalannya akan sempoyongan seperti orang yang kerasukan Jin.
Wallahu A'lam.
0 komentar:
Posting Komentar